Mungkin tak sedikit dari kita yang mengetahui kalau habitat Tarsius itu hanya ada di Bitung, Sulawesi Utara. Pun sebelumnya saya berpikir begitu. Ternyata, kita juga bisa melihat hewan Tarsius ini secara langsung di Pulau Belitung, tepatnya di Bukit Peramun.
Ini adalah kali kedua saya melihat langsung Tarsius. Kali pertama waktu main ke Taman Nasional Bukit Putih Tangkoko di Bitung, satu jam perjalanan dari Kota Manado, Sulawesi Utara.
Sayangnya, saya hanya dapat melihat dengan jarak cukup jauh, karena sang primadona hanya ngendon dalam sebuah lubang pohon. Terang saja, karena kami mengunjungi hewan nokturnal ini saat siang hari.
Makanya, begitu melihat ada opsi untuk melihat Tarsius saat malam hari dalam itinerary Belitung yang saya dapat, saya langsung tak sabaran menanti keberangkatan. Sampai tak bisa tidur dibuatnya. Seriusan!
***
Bukit Peramun
Sedari siang, saya dan teman-teman travel blogger dan influencer lainnya sudah berada di Bukit Peramun. Rencananya kami akan mengunjungi beberapa spot wisata yang ada ada di Bukit Peramun hingga sore hari.
Bukit Peramun ini merupakan sebuah geosite yang berada di ketinggian 129 mdpl berbatasan langsung dengan Taman Keanekaragaman Hayati (TAMAN KEHATI) seluas 16 hektar.
Disebut Bukit Peramun, karena dari 147 jenis flora yang terdapat di bukit ini, sekitar 60%-nya tanaman berkhasiat sebagai obat-obatan. Hal ini sudah dilakukan sejak dulu, turun-temurun hingga sekarang oleh masyarakat setempat. Tapi jangan mencari obat patah hati disini, ya!
Nah, satu yang menarik di sini adalah konsep ‘digital’ yang diusung.
Bukan sekali ini saya mengunjungi sebuah hutan wisata dengan konsep ‘digital’. Sebelumnya, saya sudah pernah menjajal konsep yang mirip di Genting Malaysia. Namun, mengetahui kalau di Bukit Peramun ini juga menerapkan konsep tersebut, tentu menjadi suatu kebanggaan tersendiri. Apalagi inisiasinya berasal dari warga lokal sendiri, yaitu Mas Adong, dan komunitasnya dari Desa Air Selumar yaitu Arsel Community.
[gdlr_widget_box title=”CSR Bakti BCA” title-color=”#01aeef” background=”#f4f4f4″ color=”#383838″]
Banyak cerita yang saya dapatkan saat berbincang-bincang dengan beberapa warga lokal yang sekaligus menjadi guide di sana. Bagaimana mereka ingin melindungi serta melestarikan kekayaan alam yang ada di Bukit Peramun ini sejak lama.
Saya sempat bertanya kepada salah seorang bapak yang menjadi guide kami, kalau mereka di sana bekerja secara swadaya merawat geosite tersebut dan menemani para wisatawan yang datang berkunjung.
Bayangkan saja, harga tiket masuknya hanya Rp 10.000,- dan tak ada pula bantuan pendanaan dari pemerintah setempat. Namun, dari matanya saya justru melihat sebuah semangat berkarya untuk daerahnya. Salut!
Disinilah Bakti BCA kemudian hadir dalam salah satu program CSR Bank BCA dengan menjadikan Bukit Peramun sebagai salah satu desa binaan.
Melalui program Bakti BCA ini, local hero dan warga sekitar akan diberdayakan untuk terus melestarikan dan mengangkat potensi-potensi yang ada di Bukit Peramun.
Selamat datang di Bukit Peramun!
Aplikasi Peramun Hill
Aplikasi Peramun Hill ini merupakan sebuah aplikasi scanning mirip QR Code. Cukup dengan mengarahkan kamera smartphone pada gambar, sebuah informasi digital kemudian muncul dalam bentuk video dan suara. Menarik banget, kan?
Di sepanjang jalur trekking yang dilalui sudah disediakan barcode atau QR Code. Sembari trekking sambil belajar tentang aneka ragam hayati yang terdapat di Bukit Peramun ini.
Kedepannya aplikasi ini tentu akan terus diperbaharui.
Tak hanya itu saja, para pengurus Arsel Community juga sedang mengembangkan aplikasi lainnya untuk mendukung kemudahan penyajian informasi bagi pengunjung, diantaranya:
- Virtual Guide
- Virtual Zoo
- KEPO (Kenali Pohon)
- Spot Foto Virtual
- Online Maps Navigation
[/gdlr_widget_box]
Trekking manja hingga ke Puncak Bukit Peramun
Dari Balai Bulin, dengan ditemani oleh seorang guide, kami kemudian mulai menyusuri jalur trekking yang sudah dibeton sebagian. Udara segar dari pepohonan begitu terasa masuk ke dalam paru-paru.
Keunikan Pulau Belitung ini terlihat dari banyaknya batu-batu granit raksasa yang tersebar hampir di seluruh pulau, tak ketinggalan di Bukit Peramun juga. Sepanjang trekking, kita juga akan menjumpai batu-batu granit raksasa ini.
Saya kadang dibikin terperangah saat melihat dua buah batu berukuran besar saling bertindih kokoh tanpa perekat.
Spot wisata di Bukit Peramun
Ada beberapa spot wisata di Bukit Peramun yang bisa kita jumpai:
-
Batu Kembar
Karena ini kali pertama saya mengunjungi Belitung, saya termasuk yang terperangah melihat formasi-formasi batu granit yang ada di sini, tak terkecuali di Bukit Peramun.
Spot pertama yang kami jumpai di Bukit Peramun adalah Batu Kembar. Disebut demikian karena ada dua batu granit raksasa yang identik berdiri kokoh berdampingan di dekat tebing berada di ketinggian 90 mdpl.
Besaaaar banget!!
Dari atas sini kita akan disajikan keindahan hutan alam dengan pemandangan laut Sijuk dan Sungai Padang. Cantik banget!
Terlepas dari keindahannya, ternyata Batu Kembar ini juga menyimpan mitos saat budaya animisme masih menjadi bagian adat istiadat lokal dulu. Dulunya, di lokasi Batu Kembar ini kerap dijadikan sebagai tempat upacara adat.
Mitosnya, bagi siapa yang dapat memegang dua buah batu tersebut dengan merentangkan kedua tangannya, akan dimudahkan jodohnya bagi remaja, dan bagi yang sudah menikah akan mendapatkan keluarga yang harmonis.
-
Batu Ampar, spot mobil terbang
Tak jauh dari Batu Kembar, ada juga yang disebut dengan Batu Ampar, berada di ketinggian 100 mdpl.
Nah, selain menawarkan keindahan hutan alam, terdapat sebuah mobil sebagai spot foto di sini dengan mengambil konsep mobil terbang. Lucu, ya!!
Pengunjung diperbolehkan naik dan berfoto di dalam mobil terbang dengan membayar Rp 10.000/orang dengan maksimal 4 orang saja. Jangan khawatir, aman koq!
-
Puncak Bukit Peramun
Puas seru-seruan dengan mobil terbang di Batu Ampar, kita bergeser lagi hingga ke puncak Bukit Peramun.
Ada dua spot lagi disini, kita sebut saja tingkatan, ya. Masing-masing tingkatan sudah dibangun deck yang aman. Lagi-lagi, dari atas sini pemandangannya luar biasa, apalagi dari puncaknya, atau tingkatan kedua.
BTW, hampir semua spot wisata di Bukit Peramun ini terdiri atas batu-batu granit raksasa. Malah, saya ‘curiga’ bahwa sebenarnya Bukit Peramun ini adalah batu granit super-duper raksasa sebesar kapal ‘alien’ yang mendarat di Belitung hahaha.
Makan malam sarat budaya
Selepas trekking, kami beristirahat di Balai Bulin sambil menunggu makan malam. Dua orang ibu dari warga sekitar kemudian datang silih berganti membawa makanan yang sudah tertutup tudung saji. Di atas tudung saji juga dihias dengan sebuah kain putih berenda yang disebut Lamba, sebagai tanda untuk menghormati makanan yang ada di dalam.
Uniknya makan malam kami saat itu sarat akan budaya Belitung dan rukun Islam. Namanya, makanan Nasi Bedulang.
Tiap satu tungkup makanan diperuntukkan untuk maksimal 4 orang saja, kata salah seorang guide menjelaskan. Di dalamnya, terdapat 6 jenis lauk-pauk, seperti ikan, pari, otak-otak, kuah dan sambal.
Sebelum menyantap Nasi Bedulang ini, yang paling muda diharuskan menyajikan makanan bagi yang lebih tua. Yudha @catatanbackpacker menjadi yang paling muda di antara kami. Jadilah Ia yang menyendokkan nasi bagi kami semua.
Akhirnya melihat Tarsius dari dekat
Setelah makan malam yang penuh makna dan sarat akan budaya, seorang guide kemudian berseru agar kami bersiap-siap untuk melihat Tarsius. Lokasi Tarsius ini tidak jauh dari Balai Bulin dan sangat dekat dengan parkiran mobil.
Tiba di lokasi, kami kemudian secara bergantian dengan pengunjung asal perancis, agar kondusif dan tidak terlalu ramai.
Hewan Tarsius ini cukup pemalu, kengkawan. Matanya yang belo itu pun sangat sensitif dengan cahaya. Jadi kita tidak diperkenankan menggunakan flash kamera.
Seekor Tarsius terlihat di sebuah ranting pohon. Ukurannya mungil sekali. Mungkin hanya seukuran telapak tangan saya yang kapalan ini. Karena posisi kami cukup dekat mengelilinginya, tak jarang ia memutar kepalanya hingga 360 derajat.
Ah, lucu sekali hewan ini.
Tak mau berlama-lama karena khawatir membuat Tarsius menjadi tidak nyaman dengan kehadiran kami. Sekitar 10 menit kami sudah meninggalkan lokasi itu.
Saya rasa 10 menit sudah lebih dari cukup untuk melihat Tarsius secara langsung. Cukuplah mengambil beberapa gambar saja, kemudian gantian dengan mata kepala sendiri untuk merekam memori saat itu.
Kami kemudian pulang dengan wajah sumringah.
Menurut catatan, setidaknya hanya ada 40 ekor Tarsius saja di Bukit Peramun ini. Memang, Tarsius termasuk hewan langka yang dilindungi. Saran saya saat ingin melihat hewan Tarsius ini, cukup manut apa kata guide, ya. Jangan berisik, jangan menyalakan flash kamera, pokoknya jangan ngeyel.
***
Lelah yang saya rasakan sedari pagi karena belum tidur terbayarkan sudah.
Di mata para wisatawan, Belitung mungkin lebih populer dengan pulau dan pantai-pantainya yang cantik dihiasi batu-batu granit raksasa yang menambah keindahannya. Kalau kamu sedang liburan ke Belitung, saran saya cobalah menyempatkan mengunjungi Bukit Peramun ini setidaknya dalam sehari, sembari melihat desa binaan Bank BCA.