Bumi Kenambai Umbai, sebutan lain dari Papua, menjadi tujuan perjalanan saya dan beberapa rekan travel blogger beberapa waktu lalu, tepatnya di Sentani, Kabupaten Jayapura. Satu lagi bucket list yang saya centang dengan bahagia, Papua. Serunya, kunjungan kami kali ini, bertepatan dengan berlangsungnya acara tahunan Festival Danau Sentani XI 2018.
Kami tiba di Sentani sudah tengah hari, terlambat beberapa jam dari jadwal yang seharusnya karena molornya jam penerbangan transit dari Makassar. Lapangan di Pantai Khalkote yang menjadi lokasi Festival Danau Sentani sudah ramai dengan pengunjung. Teriknya matahari seolah tak menyurutkan para pengunjung yang berdatangan ke lokasi event.
“Mataharinya ada ‘tiga’ disini”, ucap Bang Sam, salah seorang panitia yang mendeskripsikan betapa teriknya matahari siang itu.
Pun demikian dengan kami, panas matahari yang membakar kulit tak jadi penghalang menikmati keseruan disini. Saya menyapu pandangan ke sekitar melihat banyaknya masyarakat baik pengunjung maupun performer yang sedang melalukan persiapan. Kami kemudian bergegas menuju ke arah dermaga Pantai Khalkote, karena setelah ini akan berlangsung pawai budaya yang menampilkan Tarian Isosolo.
Sembari menunggu Tarian Isosolo, saya dan rekan-rekan travel blogger lainnya pun menikmati pesona Danau Sentani dari dermaga di Pantai Khalkote ini. Benar-benar damai seperti namanya, Sentani. Merujuk wikipedia, nama Danau Sentani memang memiliki arti “Disini kami tinggal dengan damai”. Rasa damai dan kagum pun semakin besar begitu menjelajah Danau Sentani dari berbagai sisi.
Tunggu postingan berikutnya tentang destinasi-destinasi di Sentani yang kami kunjungi, ya!
Backpack by @iamkalibre
Sedikit informasi, mengutip dari berbagai sumber, Tarian Isosolo ini merupakan salah satu tarian adat Papua yang menjadi tradisi di masyarakat Sentani dimana satu kampung menari-nari diatas perahu sambil keliling dari satu kampung ke kampung lain.
Isosolo, merupakan perpaduan dari kata Iso dan Solo atau Holo. Kata Iso, memiliki arti bersukacita, atau mengungkapkan perasaan sukacita dengan tari-tarian. Sedangkan Solo atau Holo, diartikan sebagai kawanan, atau kelompok dari berbagai kalangan tanpa batas usia. Tua muda, laki perempuan, semuanya bisa ikut menari bersukacita untuk mengungkapkan perasaan hati.
Dari kejauhan, tampak satu rombongan yang menari-nari dan bernyanyi dengan suara yang lantang berdiri di atas dua buah perahu khas Sentani, Khai, yang dibentuk dan dihias sedemikian rupa untuk memuat semua peserta.
Para penari tampak mengenakan pakaian adat khas Papua yang terdiri atas Yonggoli (rok/rumbai-rumbai), Malo/Ambela (cawat), Mori-mori (manik-manik), Noken, dan Tifa.
“Satu rombongan penari biasanya dari kampung-kampung sekitar, kemudian keliling ke kampung-kampung disekitarnya”, ucap seorang ibu yang berada persis disamping saya, menjawab pertanyaan yang saya lontarkan begitu saja.
Satu per satu rombongan kemudian tiba di panggung yang berada persis di pinggir Danau Sentani. Masih sambil menari, mereka membawa sajian persembahan berupa makanan, buah-buahan, dan pinang. Dalam rangkaian Tarian Isosolo, persembahan ini kemudian diserahkan kepada Ondofolo atau kepala adat.
Tarian Isosolo menjadi salah satu acara pembuka Festival Danau Sentani XI 2018 hari itu.
Pertama kali Icip Papeda, makanan khas Papua
Sibuk terlena dengan Tarian Isosolo dan berfoto-foto dengan masyarakat lokal Papua, kami sampai lupa waktu dan teriknya matahari. Padahal siang itu perut kami sudah keroncongan akibat perjalanan panjang.
Mumpung sudah di Papua, mencoba mencicipi makanan khas Papua, Papeda, adalah keharusan. Biar ga penasaran sama rasanya. Hanya ulat sagu yang ga saya makan hahaha.
Jadilah siang itu, sambil makan siang, kami memesan satu piring Papeda. Apalagi makin maknyus digabung dengan ikan kuah kuning.
Nah, selama Festival Danau Sentani XI 2018 berlangsung, ada beberapa tenant yang menjual berbagai makanan khas Papua seperti Papeda dan Ulat Sagu. Kak Eka, Kak Leo, Bang Amir, rekan saya selama disana juga mencoba ulat sagu yang sudah diolah.
Hmmm… melihat aksi mereka, saya jadi kang foto aja deh hahaha
Body and Face Painting
Masih ada banyak keseruan yang bisa dinikmati selama acara berlangsung. Salah satunya ada lomba Body Painting. Dimana para peserta dari berbagai daerah disekitar Jayapura hadir untuk mengikuti lomba ini.
Selain itu, ada juga face painting yang bisa kita jumpai di beberapa tenant. Satu warnanya dihargai hanya Rp 5.000,- saja. Nanti tinggal kasih kaka-nya yang berkreasi di wajah kita. Tak ketinggalan dengan demam piala dunia, banyak juga masyarakat yang mencat wajahnya dengan bendera-bendera dari negara yang mereka dukung.
Malam puncak Festival Danau Sentani yang meriah
Meski sempat hujan gerimis yang bikin lapangan di Pantai Khalkote tempat Festival Danau Sentani ini berlangsung jadi becek tak menyurutkan niat masyarakat yang hadir. Apalagi malam itu semakin banyak warga yang datang.
Setelah resmi ditutup oleh Bupati Jayapura. Acara malam puncak semakin seru dengan penampilan Tarian Kolosal ‘Khenambai Umbai’ yang dibawakan oleh para pelajar se-kabupaten Jayapura. Tarian Kolosal ini begitu menarik karena menggunakan teknologi video mapping.
Semakin malam semakin seru, ditambah dengan performance dari Papua Original, grup musik yang menggabungkan tradisional Papua dan musik modern menjadi musik kontemporer yang menarik.
Para pelajar yang menjadi penari latar kemudian turun ke tengah lapangan didepan panggung. Tak ayal masyarakat yang hadir pun turut serta bergabung. Menari-nari berkeliling di tengah lapangan. Seru bangeeet!!
Saya yang sedari tadi berada di tenda menyaksikan keseruan itu kemudian bergegas bergabung. Sesekali memotret keriaan malam itu, sesekali ikutan berjoget mengikuti dentuman musik dari Papua Original.
Acara puncak Festival Danau Sentani XI 2018 malam itu, PECAAAAAH!!
Duhhh foto-fotonya keren amat sih bob~~~
Oh jadi kau tak coba ulat sagu? cem mana lah itu marthaaa…kau zilaaatiii dulu lah itu~
Aku nengok aja udah kalah mental. Kak Martaaaa yang udah cobaaa kan hahaha
Wih asyik nih festival danau Sentani… asyik banget tuh liat makanan ulat sagu mirip sama ulat kelapa (gendon).. dan rasanya pasti nyammm enak…
Nganuuu mas, aku ga berani nyobaa.. liatnya aja gerak2 udah kalah mental duluaaan…
senangnya bisa masuk ke dalam foto foto unggahan kakak di cerita menuju Sentani. Kapan jalan bareng lagi #eeeaaaa
kerjain PR dulu yaa koh hahaha
Ikan kuah kuningnya enak ya Marta…. Harusnya kau zilati itu sampai kering.
Enak kali puuun… biar kak martaa sajalah yang jilati itu
Kayaknya jogetnya nggak sesekali deh tapi seriiing hihihi
hahaha habisan seru sih yaaa
Tarian penutupnya keren ya, paduan tradisional sm modern…juara
iya kak, tapi koq kayaknya kurang ngonooo
Wah baru ngeh waktu itu kalian makan papeda dengan ikan kuah kuning… itu ikan mujair Sentani yang mahal itu bukan? Hahaha!
Btw paling suka sama tari kolosal + video mapping, KEREN beut!
iyaaa tanyalah pak boss berapa harga ikan kuah kuning alias mujaer kuah kuning hahaha
Berasa banget meriahnya Festival Sentani ini, Kak. Penasaran nih rasa papeda dipadu dengan ikan kuah kuning.
Next ikutan ya mas
Pecahhhh juga poto2nya dsn ceritanyaa, bisa ngerasain langsung euforia festival sentani pasti memorable banget
indeed kak. Thank you btw
petjah acaranya,, keren.. tapi syg bgt udh jauh2 ke papua gak makan ulat sagu yang legend itu hihi..
-Traveler Paruh Waktu
Ga ada yang perlu diselesai koq mas haha
body paintingnya keren…
Setuju kak