Langit tampak begitu biru bersih dengan awan-awan kecil menghias diujung horison sesaat saya dan Satya tiba di RIUG Paragliding, sebuah pusat aktifitas paragliding di Bali. Satya yang sebelumnya uring-uringan menunggu antrian yang tak kunjung mendapatkan gilirannya dikonter sebuah Bank pemerintah mendadak ceria.
Berlagak menjadi seorang tamu, ia mengagetkan Mas Rendy, pengelola Riug Paragliding yang ternyata adalah temannya. Hampir semua instruktur dan pilot di area ini adalah teman-temannya saat menjadi atlet paralayang. Saya pun mengekor dibelakang memperkenalkan diri.
“Lokasinya ini bagus, bang, bisa ‘top landing’ disini”, kata Satya bercerita tentang lokasi Riug Paragliding. Saya sendiri masih tak paham apa itu ‘top landing’.
Sesuai namanya, lokasi Riug Paragliding ini berada di Bukit Riug. Terdapat sebuah lapangan yang cukup luas sebagai titik take off dan landing. Ada juga bangunan cukup besar beratap jerami yang tampak masih baru, pondok kecil tempat peralatan-peralatan pengaman, taman, dan sebuah bangunan untuk bersantai dipinggir tebing yang sedang dalam penyelesaian. Riug Paragliding ini memang baru mulai beroperasi sejak May 2017 lalu.
Sensasi Pengalaman Pertama Paragliding
Awalnya saya tak kepikiran untuk mencoba paragliding ini. Cuma menemani Satya bersilaturahmi mengunjungi teman-temannya. Ajakan untuk mengudara pun sudah begitu sering kami dengar sejak kedatangan kami. Raut wajah Satya pun tampak galau-tapi-pengen-banget-sampai-ke-ubun-ubun, mengingat kecelakaan dua tahun silam yang membuatnya harus berhenti menjadi atlet paralayang.
Terbang tandem pun menjadi pilihan yang pas. Bagi atlet atau profesional, biasanya menerbangkan sendiri paralayang atau solo ride. Namun, untuk umum kayak saya yang belum pernah ini harus tandem, dengan instruktur profesional sebagai pilotnya. Kita cuma duduk manis, sesekali pegang jantung yang mau copot.
“Mas, ga terbang?”, tanya Mas Rendy yang duduk disebelah saya, sementara Satya sedang memasang peralatan untuk terbang.
“Nganu mas, aku Kang foto aja, mas”, jawab saya masih galau-tapi-koq-pengen.
“Masak ga ikut terbang, ayo mas dicoba, beda bangetlah sensasinya dengan parasailing”, katanya lagi menjawab alasan-alasan saya.
Sesaat kemudian, saya sudah memakai sepatu, helm, dan tali pengaman. Asli, deg-degan banget rasanya. Saya cuma bisa melihat Satya yang sudah terbang kegirangan sembari tali pengaman dikaitkan ke Mas Agus, pilot saya. Saya cuma manggut-manggut mengikuti perintah.
Sekali tarik, parasut langsung mengembang dan meluncurlah kami melewati tebing jurang dibarengi dengan teriakan norak saya. Maklum, soalnya di Bali ga ada kapal Kora-kora Dufan. Selanjutnya, malah demen banget. Ternyata enak juga pemandangan dari atas sini.
Selama kurang lebih 15 menit, saya dan Mas Agus keliling muter-muter diatas pantai Pandawa. Karena sudah sore, tak banyak parasut yang berseliweran diudara.
“Mas, seru banget tuh Satya”, teriak saya ke Mas Agus melihat parasut Satya dan Om Yudha bermanuver kekiri dan kekanan dengan cepatnya.
Mas Agus pun kemudian melakukan hal sama, bermanuver kekiri dan kekanan, geal-geol, bikin jantung makin cepat lagi. Tapi seruuuu…
***
Pengalaman sore itu mencoba naik paralayang benar-benar luar biasa dan seru banget. Tempatnya cakep, tim, pilotnya seru-seru dan pastinya bisa menikmati semburat sunset yang cantik. Nambah lagi kan pilihan tempat liburan kamu ke Bali.
Baca juga: Rekomendasi tempat wisata di Bali versi virustraveling (semuanya instagramable)
Harga bermain paragliding di Riug Paragliding Bali
Nah, kamu pengen nyobain paragliding di Bali? Bisa coba di flying site RIUG Paragliding di daerah Nusa Dua. Kalau harga, berkisar Rp 900.000 – Rp 1.000.000 (mending cek langsung websitenya ya, capek nge-update-nya disini). Durasi sekitar kurang lebih 10-15 menit.
Update Apr 2024:
Saya sudah tanya Mas Rendy, salah satu founder dan owner RIUG Paragliding, sekarang pembaca virustraveling bisa langsung dapat DISKON 5% pakai promo code “VIRUSTRAVELING” saat checkout, ya! Langsung pesan disini aja.