Mengintip Legenda Sasando di Kupang NTT

Bentuknya unik, dentingnya indah. Ya, itulah instrumen tradisional kebanggaan masyarakat Kupang NTT yang dinamakan Sasando. Alat musik Sasando ini bisa saja terdengar asing di telingamu, tapi ternyata benda keren satu ini sudah cukup kesohor di dunia internasional, loh. Bahkan buat kalian yang sudah mulai pegang duit waktu jaman 90-an, di lembaran uang kertas Rp 5.000 juga ada penampakan Sasando yang jelas.

Advertisements

Beruntung sekali saya bisa berkenalan dengan alat musik Sasando dan maestro kesohor Jeremiah Aougust Pah secara langsung saat berada di Rote Kupang. Ya, mengunjungi salah satu workshop alat musik Sasando dari Maestronya langsung adalah bagian dari perjalanan saya dan tim ASITA NTT dua tahun silam.

Baca juga:
Jelajah secuil keindahan Nusa Tenggara Timur
Dereta indah pantai di Kupang yang WAJIB banget kamu datangi

Sambil mengenang perjalanan waktu itu dan membuka kembali foto-foto dan draft yang sudah lama terpendam. Bagaimana ceritanya? Yuk, cari tahu lebih lanjut alat musik kebanggaan Indonesia ini bareng saya.

 

Legenda Alat Musik Sasando Dari Nusa Tenggara Timur

Di rumah sekaligus merangkap workshop pembuatan sasando ini, maestro nasional instrumen Sasando alias Bapak Jeremiah memberitahukan kalau cara membaca sasando seharusnya adalah Sasandu dalam dialek Rote. Dia juga menceritakan menceritakan alkisah asal muasal alat musik sasando yang menarik ini.

Ada beberapa versi legenda sasando yang kerap diceritakan kepada pengunjung Rote. Menurut Bapak Jeremiah, konon sasando ditemukan oleh 2 orang gembala bernama Lunggi lain dan Balo Aman di pulau Rote di sekitar abad ke-17. Namun, kala itu sasando memiliki jumlah dawai yang bervariasi dari 9 dawai hingga 52 tali dengan nada pentatonik dan diatonis. Ada pula versi yang mengatakan Sasando diciptakan oleh seorang putra Rote untuk menarik hati putri dari kerajaan yang gemar melakukan pertunjukan saat bulan purnama.

Tetapi legenda sasando yang paling populer adalah kisah dari seorang pemuda bernama Sangguana yang tertidur akibat kelelahan di padang sabana Rote. Di dalam mimpinya, dirinya sedang memainkan sebuah alat musik dari daun lontar. Bukan cuma sekali Sangguana bermimpi soal alat musik yang indah, tetapi berulang kali. Akhirnya dirinya pun terinspirasi untuk membuat alat petik seperti mimpinya itu dan lahirlah sasando.

Yah, apapun versi asal muasalnya, yang pasti sasando ini memang menarik dan tidak awam sekali dibanding alat musik modern lainnya. Alat musik sasando juga diceritakan hadir saat penjajahan zaman Belanda di abad-18 dengan berbagai modifikasi. Akhirnya, sasando ditetapkan resmi sebagai alat musik tradisional khas Rote Kupang dengan dawai berjumlah 11 tali.

 

Melihat Sasando Dari Dekat

Bahan utama sasando adalah dari bambu yang berbentuk tabung panjang. Di bagian tengah, melingkar dari atas ke bawah diberi sebuah penyangga – bahasa Rotenya disebut Senda. Senda akan menampung senar- senar yang direntangkan mengelilingi tabung bambu. Fungsinya adalah menghasilkan nada- nada yang berbeda tergantung dari petikan senar. Bentuknya yang agak bulat itu adalah dari daun lontar yang bisa dibuka tutup untuk resonansi sasando. Keren, deh!

Memainkan sasando harus memiliki jari- jemari yang lihai karena harus dipetik. Sasando sendiri punya arti bergetar atau berbunyi, jadi pada saat dipetik maka denting sasando akan berbunyi dengan vibrasi akibat resonansi pantulan dari daun lontar.

Advertisements

Sasando model lama atau tradisional juga dilengkapi dengan pengajit di ujungnya yang nantinya akan dikalungkan ke leher dan dipangku. Berbeda lagi dengan sasando modern tidak perlu dikalungkan dan sudah bisa disambungkan dengan speaker. Sasando elektrik ini adalah inovasi yang dikembangkan oleh Pak Jeremiah supaya lengkingan sasando bisa terdengar melebihi 10 meter dengan alat bantu speaker.

 

Jeremiah Aogust Pah, Maestro dan Pelestari Sasando

Saya yakin jika tanpa Pak Jeremiah, eksistensi sasando tidak akan semegah sekarang. Di usianya yang cukup senior, putra kebanggaan Rote ini sudah wara-wiri memperkenalkan dan melestarikan sasando hingga ke dunia internasional.

Tidak heran, dirinya pun berulang kali mendapatkan penghargaan Gold Liontin dari Kementerian Kebudayaan di Jakarta pada tahun 2016 dan penghargaan sebagai seniman Maestro oleh Bapak Presiden saat itu yaitu Pak SBY.

Penghargaannya itu terpampang jelas di balik bingkai yang digantung di dinding rumahnya. Kediaman Pak Jeremiah sendiri juga penuh dengan ciri khas Rote, yaitu batang nipah dan bambu. Terlihat juga gallery Sasando yang memamerkan alat musik kesayangannya beserta Tilangga ( topi daun lontar), gong, gendang kecil dari tempurung, serta tenun ikat Rote sebagai bagian dari atraksi saat menyambut turis.

Alat Musik Sasando Kupang NTT
Pak Jeremiah dan anaknya

Kendati sudah cukup berusia, Pak Jeremiah tidak pernah surut semangatnya dalam mengenalkan sasando kepada seluruh dunia. Dirinya juga mahir membuat sasando di workshop yang berada di samping rumahnya. Terjun bareng istrinya, Pak Jeremiah rajin membuat sasando dan tenun ikat khas Rote Ndao sebagai cinderamata yang unik. Dan bahkan putra Bapak Jeremiah juga sudah sering bersasando hingga ke pertunjukan musik di luar negeri.

Sepanjang karirnya, dia sudah sering memberikan les privat untuk turis- turis yang tertarik untuk mendalami sasando, baik dari Australia hingga Jepang. Walaupun beliau cukup prihatin dengan selera musik pemuda Indonesia yang lebih doyan alat musik modern, dirinya cukup optimis dalam potensi sasando untuk terus berkembang dari masa ke masa. Saya benar-benar angkat topi untuk beliau.

Kita semuanya tentu mengharapkan impian Pak Jeremiah tidak akan pupus hingga di tangannya. Kalau sempat berkunjung ke Kupang, sudah wajib hukumnya nih bertemu maestro legendaris ini. Kali saja, kamu bakalan jatuh cinta dengan sasando seperti saya dan pengen ikutan melestarikannya.

Update:
Tanggal 10 Januari 2019 yang lalu, bapak Jeremiah Pah telah berpulang diumur 79 tahun.

***

Salam rindu untuk tanah Nusa Tenggara Timur. Rindu menjejakmu kembali.

Scroll to Top