Perjalanan panjang sekitar 194 Km dari Batu Caves ke arah utara Malasyia menuju Ipoh, Perak, yang memakan waktu sekitar 2.5 jam perjalanan tak terasa membosankan. Sebagai salah satu peserta ASEAN Media Blogger Hunt 2017, saya dan Kak Bulan, diharuskan mengendarai mobil sendiri selama acara berlangsung.
Bagi saya, ini merupakan pengalaman pertama saya mengendarai mobil di luar negeri, meski lebih sering menjadi supir infal Kak Bulan. Dia yang pernah tinggal di Malaysia dan pernah mengendarai mobil disini otomatis menjadi supir utama. Saya? Cukup mengambil peran sebagai kernet. Sesekali menjadi navigator atau menjadi asisten dikala dia pengen ngemil Mamee.
Ipoh, kota terbesar keempat di Malaysia menjadi salah satu kota utama yang akan kami eksplor dalam sisa dua hari kedepan. Selain Movies Animation Park Studio, theme park Dreamwork pertama di Asia yang baru buka Juni 2017 lalu, kami juga akan mengunjungi dua kampung yang dijadikan sebagai desa wisata di Kuala Kangsar, yaitu kampung Labu Kubong dan Labu Sayong.
Saya cukup penasaran bagaimana Malaysia menyiapkan kampung-kampung tersebut sebagai Desa Wisata.
Baca juga: Mencoba paket roaming XL Pass di Malaysia
Sambutan Hangat Masyarakat Kampung Labu Kubong
Berangkat sekitar pukul 9 pagi dari Weil Hotel di Ipoh, masing-masing peserta sudah siap dimobilnya masing-masing. Selama acara ASEAN Media Blogger Hunt 2017 ini, kami mengendarai sebuah mobil sedan Proton tipe Preve.
Memasuki kampung Labu Kubong, suasana pedesaan langsung terasa dikiri-kanan jalan. Topografinya yang berada ditengah-tengah lembah Kinta memang cukup mendukung suasana asri di kampung Labu Kubong ini.
Saat tiba disalah satu rumah penduduk, kami disambut dengan hangat oleh ibu-ibu yang mengenakan pakaian adat tradisional Melayu. Air perasan tebu yang cukup familiar dengan lidah saya pun menjadi sajian pembuka. Tau saja saya sedang butuh yang segar-segar.
Nah, FYI ya, sebagian besar rumah penduduk disini dijadikan sebagai home stay bagi para wisatawan yang pengen merasakan suasana asri pedesaan. Selain itu, wisatawan yang datang kemari bisa melihat secara langsung aktivitas penduduk lokal disana.
Aktivitas di kampung Labu Kubong
Seorang lelaki paruh baya yang mengenakan pakaian adat menjadi pemandu kami keliling kampung melihat-lihat aktivitas yang bisa dilakukan saat liburan disana.
Main di Pematang Sawah
Di belakang rumah penduduk yang kami singgahi di kampung Labu Kubong ini terhampar sawah berpetak-petak yang luas. Jadi memang sejauh mata memandang kita disuguhi pemandangan hijau persawahan. Bapak paruh baya yang saya tak tahu namanya itu kemudian memandu kami berjalan melewati pematang sawah melihat beberapa home stay yang ada disekitar kampung ini hingga ke peternakan lebah madu.
Saya suka dengan ijo royo-royo yang saya lihat disini. Berjalan lebih jauh, rumah tempat kami memulai aktivitas menjadi seperti gambaran lukisan persawahan berlatar bukit yang kerap kali menjadi gambaran andalan saya jaman sekolah dasar dulu. Sawah, rumah, bukit dan matahari. Ah, mungkin kamu dulu juga seperti itu, kan?
Sedikit diluar ekspektasi saya sebelumnya, tak ada aktivitas masyarakat lokal yang sedang menanam padi disini. Di beberapa bagian petak sawah tampak belum ditanami padi.
Aktivitas lain yang tak kalah serunya adalah ketika kami panitia mengadakan games disalah satu petak sawah yang cukup luas. Saya lupa nama permainannya apa. Kami dipecah beberapa kelompok dan ‘dimodali’ satu daun kelapa utuh yang sudah tua untuk masing-masing kelompok.
Ditengah-tengah sawah yang berlumpur, masing-masing kelompok berlomba-lomba memindahkan anggota lainnya keseberang menggunakan daun kelapa tersebut. Saya sengaja memilih Fatin Bella, seorang blogger dari Malaysia, sebagai partner saya.
Penangkaran Lebah Madu
Aktivitas yang tak kalah menarik di kampung Labu Kubong ini sewaktu mengunjungi penangkaran lebah madu. Ini kali pertama saya melihat langsung bagaimana prosesnya. Setelah saya perhatikan lagi, ternyata lebah dipenangkaran ini adalah jenis lebih madu yang tidak menyengat (stingless).
Kami diperbolehkan untuk mengambil langsung sari madu tempatnya. Dengan bermodalkan alat hisap yang lebih mirip bentuknya seperti alat suntik, masing-masing kami yang ingin mencobanya kemudian mengarahkan alat hisap tersebut kerongga-rongga yang berisi madu.
Sayangnya, tak ada proses lanjutan yang bisa kami saksikan disana.
Menyadap Pohon Karet
Menyadap pohon karet bukan hal yang baru bagi saya. Di kampung saya, di Sibolga, kami memiliki kebun dengan beberapa batang pohon karet untuk diambil getahnya kemudian dijual.
Namun, mungkin ini hal baru bagi beberapa teman saya yang berasal dari negara lain. Saya melihat bagaimana antusiasnya mereka melihat proses penyadapan pohon karet tersebut.
Melihat teman-teman seperti itu, senyum yang mengembang dari bibir saya dan rasa salut buat Tourism Malaysia yang mengangkat aktivitas masyarakat lokal di kampung Labu Kubong sebagai desa tujuan wisata.
Labu Sayong Desa Wisata Gerabah
Selepas membersihkan diri dan beristirahat sambil menyantap makanan lokal, kami meninggalkan kampung Labu Kubong untuk kembali ke arah utara Ipoh. Tujuan kami kali ini masih akan ke sebuah desa wisata, yaitu kampung Labu Sayong, sekitar satu jam perjalanan dari kampung Labu Kubong.
Jalan-jalan di Ipoh Perak itu benar-benar mengasikkan bagi saya. Meski kami mengendarai mobil di jalan tol, lansekap Ipoh yang berbukit-bukit menjadi ‘jajanan mata’ gratis sepanjang perjalanan.
Di kampung Labu Sayong, kami berhenti disalah satu workshop gerabah dari tanah liat. Labu Sayong memang terkenal sebagai kampung pembuat gerabah. Ada beberapa pengrajin besar di kampung ini, salah satunya yang kami kunjungi hari itu.
Dua rak besar bertingkat-tingkat dikedua sisi ruangan workshop menjadi ‘persinggahan’ pertama saya. Berjejer kendi-kendi berbagai bentuk dan ukuran yang sudah siap jual.
Dibagian dalam, sudah tersedia tiga buah mesin pemutar, dan tanah liat basah sebagai bahan utamanya yang biasa digunakan untuk membuat sebuah gerabah. Disini, masing-masing peserta ASEAN Media Blogger Hunt 2017 boleh mencobanya.
Seorang pengrajin kemudian memperagakannya kepada kami. Hmm… tampaknya mudah sekali. Hanya sekali tekan, sekali sentuh, poles dan rapikan sedikit, tadaaaaaa… sudah jadi sebuah kendi kecil.
Eits, ternyata ga semudah itu, kawan.
Untuk membuat dan membentuk sebuah kendi kecil ternyata cukup sulit, apalagi bagi seorang yang baru mencobanya pertama kali. Tapi justru disitu keseruannya. Saya cukup terhibur bahkan sampai tertawa terpingkal-pingkal melihat teman-teman yang sedang berusaha membuat sebuah kendi. Tak jarang hasil akhirnya berubah menjadi sebuah karya abstrak. Hahaha…
Kampung Labu Sayong menutup aktivitas kami hari itu. Sebuah kendi kecil (tentunya yang sudah utuh) khas Labu Sayong menjadi oleh-oleh yang boleh kami bawa pulang.
Baca juga destinasi wisata lainnya di Malaysia.