Entah sudah berapa kali saya niatkan pengen snorkeling dan mencoba diving di Tulamben. Namun sejak kunjungan terakhir ke Tulamben — medio Juni 2019 — hingga negara api Corona ‘menyerang’, ternyata semesta tak kunjung mendukung.
Saya sempat kesal dengan adek saya, Satya Winnie, tanpa kabar pergi ke Tulamben untuk menemani teman satu kampung kami yang sedang liburan di Bali. Melihat foto-foto dan stories mereka di linimasa Instagram, semakin menguatkan niat saya untuk segera main ke sana. Apalagi tempat-tempat wisata di Bali semasa pandemi Corona ini cenderung sepi.
Etdah, ternyata niat tinggal niat, kerjaan makin banyak, dunia digital marketing pun semakin menantang di tengah pandemi ini, dan hobby baru ‘ngepet cuan’ trading saham bikin niat snorkeling di Tulamben pun lupa sejenak.
Table of Contents
Kerinduan Akan Amed
Lebaran tahun 2021 kemarin, adalah waktu yang kami tentukan untuk liburan ke Amed sejenak. Satu hari menjelang lebaran, jalan-jalan utama di Bali terbilang cukup padat dalam situasi new normal saat ini.
Sepertinya para pemudik mengindahkan larangan pemerintah untuk tidak mudik ke kampung halamannya. Suasana di Amed pun kian sepi sejak pandemi.
Sedih rasanya melihat kondisi pariwisata Bali begini. Banyak hotel, villa, dan resto yang tutup. Namun di sisi lain, ada rasa senang juga, karena ekosistem sudah mulai pulih dan ini merupakan waktu yang tepat untuk melihat keindahan bawah laut di Amed.
Begitu kira-kira dalam benak saya.
Gagal Puas Snorkeling di Amed
Pagi menjelang siang, kami sudah siap-siap menuju Vienna Beach Resort di Pantai Lipah Amed. Kami memilih tempat ini sebagai titik poin untuk melakukan snorkeling, dan sekaligus bisa bersantai di resto.
Saat di sana, kami didatangi seorang local guide, yang menawarkan jasanya untuk menemani kami snorkeling ke 3 tempat, dengan harga Rp 600.000,- sudah termasuk Jukung.
Kalau di Amed itu sebenarnya kita bisa melakukan aktivitas snorkeling dari tepi pantai.
Pun kami sadar sebenarnya pas melihat ombak yang cukup tinggi namun tetap saja ingin melakukan snorkeling, hingga memutuskan mengambil jasa local guide tersebut
Benar saja, keindahan bawah laut Amed yang dielu-elukan di seluruh dunia ini tak bisa kami lihat dengan sempurna. Pasir dan lumpur yang terbawa ombak menutupi sebagian besar keindahan coral atau terumbu karang di sana.
Ikan-ikan dan terumbu karang yang semestinya canti-cantik dan eksotik, justru harus tersamarkan dengan pasir dan lumpur yang naik ke permukaan.
Pindah ke Coral Garden juga sama, pun begitu waktu ke Japanese Shipwreck Point, Arus yang begitu kuat dan visibility yang kurang. Kami tak bisa puas melakukan snorkeling di sana. Secara keseluruhan, mungkin hanya sepertiga saja yang bisa terlihat.
Kami memutuskan untuk kembali lagi ke resto dan menyudahi aktivitas snorkeling hari itu.
Antara sesal karena terlalu memaksakan diri, kecewa karena local guide tetap ‘jualan’ walau alam tidak mendukung. Kami hanya bisa tersenyum ‘berbagi rejeki’ disaat seperti ini sebagai penghiburan diri.
No images ya, ngarep apa dengan kondisi seperti itu.
Mungkin lain waktu, karena selalu ada alasan untuk kembali, bukan?
Snorkeling di Tulamben
Hari kedua, kami memutuskan untuk pindah lokasi snorkeling ke Pantai Tulamben. Toh, di sana ada spot terkenal USS Liberty Shipwreck.
Kecewa hari pertama snorkeling di Amed memang membuat kami sedikit khawatir. Kekhawatiran akan tidak mendapatkan ‘apa-apa’ lagi di sana.
Malam sebelumnya, saya memutuskan untuk melihat prakiraan cuaca dan estimasi arus dan tinggi ombak di area Pantai Tulamben. Dan sepertinya kali ini semesta benar-benar mendukung kami, tentu sembari berdoa agar ombak dan cuaca, baik terhadap kami.
Mobil saya belokkan ke area parkiran Pantai Tulamben dengan membayar terlebih dahulu tiket masuk Rp 20.000,- per orang.
Cukup kaget dengan biaya tiket masuknya, mengingat selama masa pandemi Covid-19 ini, harga-harga tiket tempat wisata di Bali itu diskon bahkan hingga setengahnya. Pun fasilitas yang tersedia hanya parkiran mobil, shower, dan ruang ganti ala kadar cenderung tak terurus.
Bukan mau julid ya, tapi saya sendiri tak soal bila harga memang sepadan dengan fasilitas-fasilitas yang disediakan. Itu saja.
USS Liberty Shipwreck
Puas, senang, dan melebihi ekspektasi.
Itulah perasaan dan kata syukur yang terucap dari mulut saya, dan teman-teman, saat menyudahi snorkeling di USAT Liberty Shipwreck ini.
Kami benar-benar beruntung hari itu. Begitu ‘mencelupkan’ kepala sesaat kami memulai snorkeling, air laut biru yang tenang bak aquarium, dan ikan-ikan lucu yang banyak yang seolah tak terganggu, justru menghampiri kami seolah menyapa ‘pendatang baru’.
“Baguusss bangeeeet …”, ucap saya kemudian yang diamini teman-teman yang lain.
Bli Komang yang menemani kami snorkeling hari itu membawa kami ke beberapa titik kapal USAT Liberty Shipwreck yang cukup terjangkau.
Ikan-ikan di sini banyak sekali, berlimpah ruah, menari-nari-seliweran kesana-kemari, mulai dari yang kecil hingga ikan-ikan besar.
Tak hanya itu, kami juga dimanjakan dengan coral-coral cantik dengan visibility yang super jernih hari itu. Semuanya terlihat dengan jelas, dan luar biasa indah.
Pantai Tulamben menjadi saksi bisu karamnya kapal USAT Liberty puluhan tahun silam. Kini, menjadi ‘rumah’ bagi ratusan jenis ikan dan coral-coral yang luar biasa cantiknya.
Hari itu, adalah hari terbaik bagi kami. Bisa pulang dengan senyum bahagia sembari berpesan ke Bli Komang, pengen balik lagi sesegera mungkin.
Kembali lagi ke Tulamben
Pucuk dicinta ulam pun tiba.
Mungkin itu peribahasa yang cocok untuk menggambarkannya.
Hanya butuh sekitar 2 minggu sejak pertama kali snorkeling di Pantai Tulamben, saya, berikut ke-enam orang teman, berkunjung lagi ke Tulamben.
Untuk perjalanan kali ini, saya sengaja ‘berinvestasi’ dengan membeli long fin baru agar puas melakukan free-diving nantinya, tak hanya di Tulamben saja. Pun begitu dengan teman-teman yang lain, sengaja membeli alat-alat baru juga. Sepertinya tergoda juga dari cerita-cerita kami waktu kunjungan pertama.
Keindahan bawah laut Tulamben memang ga mengecewakan. Sekali lagi saya berhasil dibuat terpana dan kagum berada di bawah sana.
***
Selain snorkeling, orang-orang kerap juga melakukan aktivitas diving dari Pantai Tulamben ini. Mungkin saking sering melihat mereka, saya jadi kepincut juga untuk mencoba Scuba Diving. Sebelumnya, saya sudah pernah mencoba scuba diving sekali, itu pun sudah lama sekali, mungkin sekitar tahun 2015 di Pulau Maratua. Dan kesan pertama saya akan scuba diving ini tak cukup baik.
Walau begitu, saya berniat untuk mencobanya di Tulamben. Mumpung sudah di sini juga.
Saya pun berpesan pada Bli Komang untuk menyiapkan semuanya besok. Ia hanya berpesan pada kami untuk datang di lokasi sekitar pukul 6 pagi.
Scuba Diving di Tulamben
Pukul 5 pagi, alarm di gawai saya berbunyi. Matahari masih belum tampak, kami sudah bersiap-siap untuk berangkat ke Pantai Tulamben lagi. Hati saya pun mulai berdebar-debar, mengingat di hari kedua ini, saya akan mencoba scuba diving. Untungnya, saya bisa menghalau rasa takut dan menggantinya dengan rasa excited untuk segera mencobanya.
Lagi-lagi, Tuhan begitu baik pada kami. Pagi itu, langit tiba-tiba berubah warna keemasan. Dari garis horizon Pantai Tulamben, matahari pagi kemudian menampakkan dirinya.
Cakep bangeet!
Peralatan disiapkan, kami pun mulai di-briefing singkat perihal sign, dan apa saja yang boleh dan tidak boleh dilakukan selama penyelaman.
Saat pertama kali masuk, saya masih berusaha menyesuaikan diri dengan peralatan diving dan melakukan equalizing untuk menyesuaikan tekanan di telinga saat berada di kedalaman air.
Ujug-ujug kami sudah sampai saja di lambung kapal. Namun, tiba-tiba arus di shipwreck ini menjadi lebih kencang dan kuat. Lumpur-lumpur yang menempel di dasar perlahan naik yang membuat visibility menjadi berkurang.
Tak memaksakan diri, kami pun segera meyudahi diving dan memilih berdamai dengan arus. Berhubung saya masih sayang dengan nyawa sendiri. No kidding!
Sembari beristirahat mengumpulkan tenaga, dan makan siang, kami berencana untuk turun lagi. Untungnya, kali ini arus sudah mulai membaik. Pun saya sudah mulai terbiasa dengan alat-alat selam yang menempel di badan.
Hasilnya, saya bisa melihat pemandangan spektakuler seumur hidup saya, lebih banyak dan tentunya lebih puas. Berkeliling dari sisi satu ke sisi lain kapal, melihat aneka ragam tumbuhan laut dan ikan-ikan yang tiba-tiba berseliweran di depan wajah.
Tentu tak lupa foto-foto dong hahaha…
Saking terkesimanya dengan panorama alam yang ada, saya ga sadar jika tabung oksigen saya sudah lewat di bawah 100 bar. Saya kemudian memberi aba-aba ke dive buddy agar segera dibawa kembali naik ke permukaan.
Saya yang boros nyedot oksigen atau lupa juga melakukan cek isi tabung saat akan turun?
Entahlah.
Namun, itu adalah pengalaman 20 menit terhebat dalam hidup saya.
Nagih? Ya, tentu saja!
Harga Snorkeling dan Diving di Tulamben
Masing-masing kami sudah memiliki alat snorkeling sendiri, jadi tidak perlu mengeluarkan biaya untuk sewa alat snorkeling lagi.
Tapi kalau kamu mau menyewa, biayanya sekitar Rp 25.000,- per alat (waktu kunjungan selama corona 2021).
Kami hanya mengeluarkan jasa untuk Bli Komang yang menemani atau guiding selama snorkeling. Tari awal yang diminta Rp 100.000,-, namun kami memberi tips tambahan, jadi total Rp 150.000,- karena Bli Komang ini baik banget.
Sementara, harga diving di Tulamben untuk sekali dive itu Rp 500.000,- per orang dan kami mendapatkan diskon menjadi Rp 450.000,- per orang untuk 2 kali diving (waktu kunjungan selama corona – Juni 2021).
Harga tersebut sudah termasuk wesuit, tabung oksigen, tentu saja sudah dengan dive buddy. Lengkaplah pokoknya.
[gdlr_widget_box background=”#f4f4f4″ color=”#282838″]
Selama beberapa hari di Tulamben dan melakukan aktivitas snorkeling dan diving, kami ditemani oleh Bli Komang, seorang local guide independent.
Pun saat ingin mencoba scuba diving, beliau yang membantu mengurusnya.
Tentu kami tak membawa uang tunai (cash) sebanyak itu untuk membayar 7 orang sekaligus. Saat ingin membayar Bli Komang, saya cukup melakukan transfer antar bank di tempat dengan menggunakan OCTO Mobile, aplikasi mobile banking dari CIMB Niaga yang sudah terinstall di smartphone saya.
sat-set-sat-set ga sampai 5 menit, selesai! Gitu doang.
Tinggal tunjukin layar gawai ke Bli Komang. Transaksi pun selesai.
Salah satu keuntungan pakai OCTO Mobile ini adalah bebas biaya transfer antar bank sampai 20x setiap bulannya.
Tentu, ga cuma itu saja keunggulannya, masih banyak fitur-fitur yang lain, beberapa diantaranya:
- Mengganti transaksi kartu kredit kamu menjadi cicilan 0% untuk 3 dan 6 bulan, dengan minimum transaksi sebesar Rp 300.000,-
- Top-up ke banyak e-wallet, seperti OVO, GoPay, DANA, dan masih banyak lagi.
- Transaksi jadi lebih aman dan nyaman, apalagi di tengah kondisi pandemi seperti sekarang. Bayar apapun tinggal Scan QRIS di OCTO Mobile karena bisa pilih sumber dananya. Bisa dari saldo tabungan, kartu kredit, Rekening Ponsel, dan Poin Xtra.
- Poin Xtra ini adalah poin reward CIMB Niaga yang juga bermanfaat dan gampang banget mendapatkannya. 1 Poin Xtra itu bernilai Rp 10. Nah, Poin Xtra ini nantinya bisa digunakan untuk transaksi juga.
[/gdlr_widget_box]
[gdlr_core_space height=”30px”]
Tempat Wisata di Tulamben
Lelah? Tentu saja, aktivitas snorkeling dan diving di Tulamben ini memang bikin super lelah, setidaknya itu yang saya rasakan selepas 2x turun diving. Walau begitu, rasanya puas sekali bisa menikmati keindahan bawah laut di Tulamben.
Waktunya kembali ke Ubud.
Namun, sebelum mengakhiri perjalanan seru ini, kami menyempatkan untuk melihat beberapa objek wisata di Tulamben yang cukup terkenal di linimasa Instagram. Mumpung masih di Tulamben, ya kan, dan mungkin belum tentu bisa ke Tulamben dalam waktu dekat ini.
Savana Tianyar
Saya ingat betul pernah mengunjungi Savana Tianyar ini sebelumnya waktu mengunjungi Desa Pinggan di Kintamani, kemudian melipir ke Tulamben. Namun, waktu itu saya hanya tidur saja di mobil karena kecapean.
Nah, kali ini saya turun dan melihatnya secara langsung. Pun dapat menikmatinya secara puas karena saat pandemi Covid-19, kunjungan ke tempat-tempat wisata di Bali turun secara drastis. Paling hanya 2-3 mobil saja (termasuk kami) yang ada di sana.
Untuk menuju Savana Tianyar ini sangatlah gampang, cukup berkendara sekitar 25 menit dari Pantai Tulamben. Pun sekarang semakin gampang karena sudah ada mapping point-nya di Google Maps.
Dari jalan besar, Jl. Kubu, belok kiri memasuki jalan kecil berbatu sekitar 2.5km hingga ketemu bentangan padang yang luas.
Satu hal yang unik dan perlu dicatat tentang Savana Tianyar ini adalah warna padang rumputnya yang selalu berubah-ubah. Tengok saja foto-fotonya yang bertebaran di linimasa Instagram.
Jadi, pas kamu datang, bisa jadi kamu melihat padang rumput hijau atau justru kekuningan. Pokoknya ga pasti, deh! Suka-sukanya iklim dan cuaca saja.
Ketika musim panas, saat serapan air sedikit, warna padang rumput akan berwarna kuning hingga kecoklatan. Ga termasuk editan preset kamu, ya!
Sebaliknya, saat tetesan air ‘menyerang’ di musim penghujan, warna savana ini menjadi hijau asri.
Lantas, kamu sukanya gimana? Kering kerontang atau ijo-royo-royo?
Munduk Cinta dan Savana Tulamben
Flashback lagi waktu cerita dari Kintamani ke Tulamben yang tadi. Dulu sudah pernah kesini juga, tapi belum ada namanya. Eh, di Google Maps sudah ada juga mapping point-nya, kamu tinggal ketik “Munduk Cinta Tulamben”, dan “Savana Tulamben”.
Kekukatan media sosial memang dahsyat, ya. Kalau tak salah, waktu itu Anggey @her_journey pertama kali foto di spot ini dengan latar ilalang-ilalang gersang dan Gunung Agung yang eksotis.
Padahal, spot ini sebenarnya adalah kebun masyarakat setempat. Kunjungan terakhir saya, Juni 2021, sudah ada beberapa area yang bikin pagar tanaman agar orang-orang tak masuk ke area kebun.
Tak dipungkiri memang, tempat ini memiliki daya visual yang menarik. Saya pun akui itu. Sepanjanga 360 derajat, saya sendiri cukup kagum melihat tempat ini. Melihat Gunung Agung yang megah dari dekat, dengan hamparan ilalang-ilalang yang menari-nari dihembuskan oleh angin. Kemudian di sisi lainnya, kita bisa melihat birunya laut ke arah Pantai Tulamben.
Dermaga Tanah Ampo
Satu lagi lokasi yang instagramable yang kami kunjungi dalam perjalanan pulang ke Ubud, adalah dermaga Tanah Ampo, yang berlokasi di Kecamatan Manggsi Karangasem.
Sejujurnya, ini bukanlah sebuah tempat wisata, namanya saja dermaga, bukan? Dermaga Tanah Ampo ini awalnya digadang-gadang sebagai tempat bersandar kapal-kapal pesiar internasional. Sayangnya, pembangunan dermaga ini mangkrak sejak dibangun tahun 2006 silam dan tidak terurus.
Namun, satu titik yang bikin tempat ini jadi ajang foto nak-anak IG atau para petani konten, adalah Breakwater atau pemecah gelombang sepanjang 150 meter yang cukup menarik.
Sebenarnya, lansekap teluk Amuk (Amuk Bay) ini begitu cantik dengan air lautnya yang jernih berwarna biru. Asik banget duduk-duduk-manis menikmati sekitar ditemani hembusan semilir angin. Syahdu-lah pokoknya.
***
Masih ada yang bilang bosan liburan ke Bali?
Coba deh mainnya jauhan dikit ke arah Tulamben. Apalagi kamu ga perlu pusing lagi dengan urusan melakukan transaksi keuangan kalau sudah pakai OCTO Mobile dari CIMB Niaga, bukan?
Yuk download OCTO Mobile di Play Store, App Store, dan AppGallery sekarang! Bisa langsung buka rekening CIMB Niaga lewat OCTO Mobile tanpa perlu ke kantor cabang.