Traveling itu benar-benar asik kawan. Seringnya memberi kita pengalaman-pengalaman yang tak terlupakan yang bisa kita ceritakan kepada sahabat atau anak cucu kita nantinya. Begitu juga saat trip ke Pulau Kei bareng teman-teman travel blogger. Seperti apa kisahnya? Monggo, photo story dari perjalanan kami ke Pulau Kei kemarin.
Disambut Sunset Saat Tiba di Pulau Kei
Seolah mengerti akan perjalanan kami yang begitu panjang dari Jakarta, transit di Makassar subuh-subuh, transit lagi di Ternate, Ambon, hingga tiba di Tual. Saat tiba di bandara Karel Sadsuitubun di Langgur, Tual, Maluku Tenggara, kami disambut dengan matahari tenggelam yang aduhai hangatnya. Capek, letih, dan pantat tepos pun seolah sirna begitu saja.
Terhuyung Sampan Kecil Melihat Jejak Telapak Leluhur
Hari pertama di Pulau Kei kami sudah uring-uringan mengunjungi daerah Pantai Ohoidertawun. Dari sana, kami akan naik sampan kecil berisi semua tim, sekitar 10 orang menuju lokasi tebing tempat Jejak Telapak Leluhur yang sudah ada sejak dahulu.
Naik sampan kecil ini cukup bikin jantung saya copot. Dikit-dikit goyang ke kiri, goyang ke kanan, udah kayak dangduters yang lagi mabok. Masalahnya bukan karena saya ga suka atau ga terbiasa dengan goncangan sampan kecil seperti itu. Tapi ada masalah penting lainnya yaitu tas kamera saya hahaha.
Begitu balik ke Pantai Ohoidertawun, yawla, ternyata tinggi air laut sedang meti alias surut hingga selutut anak-anak kecil yang sedang bermain tak jauh dari bibir pantai.
BTW kira-kira begini penampakan di Jejak Tangan Leluhur.
Cantiknya Meti Kei di Pantai Ohoidertawun
Pesona Pulau Kei di Pantai Ohoidertawun ternyata terjadi saat meti atau surutnya air laut. Jarak surutnya pun ga tanggung-tanggung hingga puluhan meter. Burung-burung terlihat cukup ramai lalu lalang di udara dan sesekali mendarat untuk di pantai untuk mencari makan.
Kami? Sebagai petani konten, kami memanfaatkannya untuk menambah konten di lini instagram.
Yes, Pantai Ohoidertawun ini instagramable banget.
Pantai Madwaer dan Anak-anak yang menuntut janji
Matahari begitu terik saat kami tiba Pantai Madwaer. Saking teriknya matahari disana saya ga banyak eksplor kemana-mana. Dasar emang pantai-pantai di Pulau Kei ini cantik-cantik ya, pantainya yang biru, pasir putih lembut, saya pun jadi lebih mudah mengabadikannya.
Nah, ada cerita menarik yang terjadi disini.
Kedatangan kami ke Pantai Madwaer cukup mengundang beberapa masyarakat lokal yang tinggal di Desa Madwaer ini. Terutama anak-anak. Bahkan anak-anak ini begitu antusias mengenalkan namanya masing-masing dan mengingat serta melafalkan nama-nama kami. Om Bobby, Om Sinyo, dan Om-om lainnya.
Mereka duduk bergerombol diatas pasir tepat dihadapan kami. Kami pun mendatangi, ngobrol dengan mereka, hingga menyuruh mereka bernyanyi 1-2 lagu. Salah satu dari rekan kami sebut saja dia “Kumbang Montok” nyeletuk:
“Nanti kalau nanyi Oom kasih uang”, janji Si Om Kumbang Montok kepada anak-anak itu. Waduh, kami cuma bengong dan tatap-tatapan menjijikkan menyayangkan ucapannya karena sadar itu hanya janji dimulut saja.
Ternyata benar. Setelah anak-anak ini bernyanyi. Tak ada obrolan lagi tentang janji memberikan uang dari rekan kami itu. Masing-masing kami sudah menyebar disekitar Pantai Madwear.
Hingga selesai menyantap makan siang. Anak-anak ini masih saja duduk-duduk bergerombol didepan saya. Saya ga mengerti apa yang mereka omongin karena menggunakan bahasa lokal setempat. Ga lama setelahnya saya melihat mereka berbarengan beranjak dan menuju ke sisi pantai dimana Kokoh Kopertraveler dan Kak Leo berada.
Awalnya saya tak tahu apa yang terjadi. Saya hanya melihat momen tersebut, dan mengambil foto candid hingga kokoh bercerita begitu tiba ketempat kami.
Vanka dan teman-temannya ternyata menuntut janji ke Kokoh Kopertraveler untuk diberi uang karena sudah selesai bernyanyi. Kokoh agak kaget mendengar permintaan mereka untung ga sampe uring-uringan. Kokoh sempat membela diri karena merasa tak memberi janji apapun dan menasehati mereka.
Tau apa jawaban anak-anak itu? “Kalau tidak dijanjikan kami tidak menuntut, Om”. Ternyata mereka minta tolong ke Kokoh Kopertaveler untuk menyampaikan tuntutan mereka ke Om Kumbang Montok tadi. Mereka merasa Om Kokoh baik dan lucu.
Mendengar itu, kami semua merasa bersalah khususnya Om Kumbang Montok tadi dan memberi mereka sejumlah uang.
Tertipu Kilau Bening Goa Hawang
Dari atas mulut Goa Hawang tempat saya berpijak dan mengarahkan pandangan keseluruh penjuru goa yang terisi penuh dengan air yang bening banget. Saya sempat bergumam:
“Ah, airnya cetek nih kayaknya lagi surut, ga bisa renang-renang manja nih”.
Tiba-tiba salah seorang pengunjung melompat ke arah genangan air. Sempat khawatir dia ini bakal terantuk batuan besar dibawahnya yang terlihat jelas dari atas tempat saya berpijak.
Walah, ternyata airnya cukup dalam. Mungkin ada 2 meter lebih.
Pasir Pantai Ngurbloat Selembut Bedak Mahalmu
Pantai Ngurbloat menjadi pantai yang paling favorit bagi saya. Ada banyak alasan yang bisa bikin kita betah dari siang hingga sore di pantai ini. Pantai Ngurbloat atau Pantai Panjang ini punya pasir putih selembut bedak kamu lho. Lembut banget saat kaki berpijak diatasnya. Sunsetnya pun aduhai sekali.
Baca ceritanya: Terpesona Pantai Ngurbloat, pantai pasir putih nan lembut di Kepulauan Kei
Baca juga: Cerita perjalanan virustraveling di Papua & Maluku